Minggu, 08 April 2012

Hukum Perjanjian


Standar Kontrak Hukum Perjanjian
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
1. Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2. Subjek dan jangka waktu kontrak
3. Lingkup kontrak
4. Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5. Kewajiban dan tanggung jawab
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
1. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

Pembatalan Perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html
http://tulisanadalahtugas.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian.html

Hukum Perikatan

Pengertian hukum perikatan

Perikatan ialah suatu hubungan (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak yang berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”.
Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW,walaupun telah jelas tertera bahwa Buku III BW mengatur tentang perikatan.Namun dalam pasal-pasal pada Buku III BW tidak dapat ditemukan satupasalpun yang memberikan arti mengenai perikatan itu sendiri. Meskipunpengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III KUH Perdata,tetapi pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum Perdata.Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatuhubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimanapihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
  1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
  2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
  3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan
- Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
– Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
– Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
• Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
• Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
– Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.
WANPRESTASI
Wanprestasi adalah apabila siberhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukanya. Ia adalah “alpa” atau”lalai” atau “bercedera jaji”. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam:
1.           Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya.
2.           Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3.           Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat
4.           Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
CARA-CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN
Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut:
1.           Pembayaran
2.           Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan penitipan
3.           Pembaharuan hutang
4.           Perjumpaan hutang atau kompensasi
5.           Percampuran hutang
6.           Pembebasan hutang
7.           Musnahnya barang yang terhutang
8.           Kebatalan/pembatalan
9.           Berlakunya suatu syarat batal
10.           Lewatnya waktu




http://politiknhukum.blogspot.com/2010/10/inti-sari-hukum-perikatan.html