Selasa, 20 Desember 2011

Review Jurnal

Review Jurnal
KOPERASI SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI PANCASILA
1. Wacana perjuangan
Perjuangan bangsa Indonesia bersama segenap komponen dan eksponen kekuatan nasional seluruh negeri tahap pertama melawan penjajah, yaitu “Mencapai Indonesia Merdeka” telah berhasil dengan gemilang yang ditandai dengan Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Bahkan telah dilengkapi pula dengan dasar negara ideologi luhur Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945 sebagai platform pijakan perjuangan tahap kedua menuju cita-cita bangsa.
Perjuangan bangsa tahap kedua telah berjalan selama hampir 58 tahun, namun hasilnya masih sangat mengecewakan bahkan terlihat semakin jauh dari gambaran cita-cita bangsa Indonesia (alinea 4 Pembukaan UUD 1945), yang terdiri atas 3 (tiga) pilar, yaitu :
a. Mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pemerintahan yang bersih, berwibawa, stabil dan kuat agar mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
b. Memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur,
c. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Oleh karenanya diperlukan langkah pencermatan terhadap pengalaman masa lalu untuk introspeksi dan evaluasi berdasarkan platform tersebut diatas guna menemukan penyebab yang dianggap paling mendasar dari kegagalan perjuangan tahap kedua, kemudian secara induktif dan deduktif dicari berbagai alternatif pemecahannya sebagai upaya antisipatif dari segala penyebab kegagalan tersebut.
2. Ekonomi Pancasila (Ekonomi Indonesia dengan moral Pancasila) :
Dalam hal Pancasila sebagai suatu pandangan hidup maka sila-silanya merupakan sudut-sudut pandang atau aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
1). Ketuhanan Yang Maha Esa; merupakan aspek spiritual,
2). Kemanusiaan yang adil dan beradab; merupakan aspek kultural,
3). Persatuan Indonesia; merupakan aspek politikal,
4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; merupakan aspek sosial,
5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; merupakan aspek ekonomikal.
Kelima sila tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan tersusun secara hirarkis dan berjenjang yaitu sila pertama meliputi sila kedua, sila kedua meliputi sila ketiga, sila ketiga meliputi sila keempat dan sila keempat meliputi sila kelima. (Prof. Dr. Notonegoro).
Sesuai gambar grafis superposisi pembagian kekuasaan antara negara dan rakyat tersebut diatas, maka ekonomi Pancasila mewujud dan terdiri atas 3 (tiga) pilar sub sistem, yaitu :
(1). pilar ekonomi negara yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan tugas negara dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, (negara kuat), dengan tugas pokok antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
(2). pilar ekonomi rakyat yang berbentuk koperasi (sharing antara negara dan rakyat) dan berfungsi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, (home front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kehidupan layak bagi seluruh anggotanya.
(3). pilar ekonomi swasta yang berfungsi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia (battle front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kemajuan usaha swasta yang memiliki daya kompetisi tinggi di dunia internasional.
Pola pengelolaan dari masing-masing pilar ekonomi tersebut berbeda dan membutuhkan kemampuan para pelaksana secara profesional agar hasilnya menjadi optimal sesuai dengan kebutuhan, tetapi tetap mendasarkan kerjanya pada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pada masing-masing pilar. Masing-masing pilar mempunyai pangsa pasar sendiri-sendiri meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk saling kerjasama dan saling bantu tanpa merugikan salah satu fihak.
5. Koperasi Indonesia :
Berbeda dengan koperasi pada umumnya, maka koperasi yang dimaksud oleh Pancasila dan UUD 45, sesuai gambar grafis superposisi tersebut diatas adalah merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu Masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara.
Pada dasarnya rakyat Indonesia memang bukan “homo ekonomikus” melainkan lebih bersifat “homo societas”, lebih mementingkan hubungan antar manusia ketimbang kepentingan materi/ekonomi (Jawa: Tuna sathak bathi sanak),
Oleh karena itu sistem ekonomi yang cocok bagi masyarakat Indonesia adalah sistem ekonomi tertutup yang bersifat kekeluargaan atau ekonomi rumah tangga, yaitu bangun koperasi yang menguasai seluruh proses ekonomi dari hulu hingga hilir, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
Sebagai contoh pengalaman atas pengelolaan sebuah koperasi yang benar dan tertib adalah Kosudgama (Koperasi Serba Usaha Dosen Gadjah Mada).
Tabel 1. Keanggotaan Kosudgama 1998 – 2002
Tahun
Anggota Biasa
Anggota Luar Biasa (LB)
Jumlah
1998
883 (87%)
127 (13%)
1010 (100%)
1999
1016 (69%)
455 (31%)
1471 (100%)
2000
1170 (42%)
1624 (58%)
2794 (100%)
2001
2002
1285 (32%)
1.371 (26%)
2778 (68%)
3.961 (74%)
4063 (100%)
5.332 (100%)
Sumber: Kosudgama Laporan Tahunan 2001-2002, Periode Kepengurusan 2000-2002
Tabel 2. Pinjaman Kepada Anggota (juta rupiah)
Tahun
Pinjaman
Jasa
Jumlah Peminjam
Rata-rata Pinjaman
SHU
1998
1.036,75
412,43
422
2,46
130,97
1999
2.872,19
1.252,30
823
3,49
728,94
2000
6.498,70
3.159,19
1.514
4,29
2.999,32
2001
2002
7.311,88
11.846.542
3.513,19
3.541.490
1.478
1.936
4,95
5,97
3.043,55
1.480.10
Sumber: Laporan Tahunan Kosudgama 2001- 2002
Dari pengalaman KOSUDGAMA dapat ditarik pelajaran bahwa:
Pertama : kesungguhan kerja pengurus dan staf serta kesetiaan mereka pada prinsip-prinsip koperasi, yaitu bekerjasama dengan ikhlas dan jujur demi kepentingan anggota.
Kedua : KOSUDGAMA adalah koperasi kumpulan orang, bukan organisasi yang terutama dibentuk untuk menghimpun modal, jadi memenuhi prinsip-prinsip dasar koperasi.
Dengan demikian sebagai salah satu pilar dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi Indonesia merupakan sakaguru perekonomian rakyat yang paling strategis untuk menjamin terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Pengelolaan untuk memenuhi kelima jenis kebutuhan dasar anggota koperasi itu dapat diatur untuk memenuhi 5 jenis kebutuhan pokok yang lain, yaitu : 1.penyediaan lapangan kerja, 2.jaminan sosial, 3.transportasi dan komunikasi, 4.informasi dan pengetahuan umum, 5.pengembangan pribadi. Peningkatan kebutuhan-kebutuhan lain ini akan dapat semakin meningkatkan pendapatan keluarga dan sekaligus untuk memanfaatkan potensi kinerja yang dimiliki tiap anggota koperasi yang hingga kini masih tersia-siakan karena tidak terprogram.
Andil dari negara adalah hak guna pemanfaatan kekayaan alam baik di darat maupun di laut yang dibutuhkan oleh koperasi dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kelima kebutuhan dasar hidup maupun kelima kebutuhan pokok para anggotanya, dan berupa fasilitas kemudahan bagi terselenggaranya kerja koperasi antara lain modal dana baik hibah maupun pinjaman lunak.
6. Pengelolaan Koperasi Indonesia :
Sebagaimana disebutkan di depan bahwa koperasi Indonesia sebagai lembaga ekonomi yang mampu mewujudkan Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur apabila dikelola secara benar dan tertib. Oleh karena itu perlu diberikan arah dan pedoman yang benar agar selalu dapat dikendalikan dan diluruskan setiap kali terjadi penyimpangan.
Sebagai arahan yang benar antara lain dapat dikutipkan beberapa Kesimpulan dan Penutup” dari penulisan “Sistem Ekonomi Indonesia dengan moral Pancasila” (bab 3) dalam buku EKONOMI PANCASILA (Landasan Pikir & Misi Pendirian) PUSTEP UGM sebagai berikut :
a. Reformasi ekonomi mempunyai tujuan kembar yaitu meningkatkan efisiensi ekonomi nasional dan sekaligus menghapus berbagai ketidakadilan ekonomi dengan tujuan akhir terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
b. Reformasi ekonomi Indonesia adalah pembaruan berbagai aturan main tentang hubungan-hubungan ekonomi dalam masyarakat. Aturan-aturan main ini secara keseluruhan dibakukan dalam Sistem Ekonomi Pancasila.
c. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancsila yang akan memperkuat jati diri dan kepribadian manusia, masyarakat dan bangsa Indonesia.
d. Ideologi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan (Mukadimah) UUD 1945, merupakan pegangan dan landasan strategi pembangunan nasional. Namun demikian strategi pembangunan nasional yang dilandasi ideologi nasional Pancasila belum pernah benar-benar diterima dan dilaksanakan secara ikhlas oleh seluruh warga bangsa.
e. Visi masa depan yang jernih hanya dapat diproyeksikan dengan menggunakan ideologi Pancasila yang setiap pelakunya berusaha mewujudkannya dalam tindakan konkrit kehidupan sehari-hari terutama dengan menunjuk pada ajaran-ajaran moral agama.
Dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur seperti yang dicita-citakan, setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2 UUD 1945), tanpa kecuali. Pengertian Ini mengandung konsekuensi bahwa segenap tenaga kerja Indonesia harus habis terserap dalam sistem ekonomi Pancasila yang terdiri atas tiga pilar ekonomi tersebut.
Apabila dalam kedua pilar tersebut diatas kebutuhan tenaga kerjanya terbatas maka dalam pilar ekonomi rakyat atau koperasi penyerapan tenaga kerjanya tidak boleh terbatas karena tidak boleh terjadi adanya tenaga kerja yang tidak mendapat pekerjaan. Sebagai konsekuensinya maka segenap warga negara harus menjadi anggota koperasi Indonesia.
Dengan demikian maka pola pengelolaan koperasi Indonesia dituntut untuk mampu menciptakan suatu sistem manajemen sedemikian sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Untuk keperluan itu dibutuhkan bantuan dari Lembaga Perguruan Tinggi yang terkait dengan masalah tersebut.
7. Penutup :
a. Kesimpulan :
Dari uraian singkat tersebut diatas secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut :
1). Penyelenggaraan koperasi yang terjadi hingga sekarang di Indonesia belum sesuai dengan maksud Amanat 1945, yaitu Ekonomi Pancasila, oleh karenanya belum mampu mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
2). Sistem koperasi Indonesia yang mengacu pada ketentuan-ketentuan Amanat 1945 diyakini dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, karena semua unsur-unsur yang diperlukan bagi penyelenggaraannya sudah tersedia di dalam negeri, tinggal sistem pengelolaan beserta aturan mainnya.
3). Diperlukan pemikiran-pemikiran baru dan konsep-konsep baru yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan dasar sebagaimana dimaksud dalam pengertian Amanat 1945 sehingga rakyat/setiap warga negara dapat dijamin untuk memperoleh hak-haknya melalui keanggotaannya dalam koperasi Indonesia.
4). Diperlukan persiapan yang matang bagi terselenggaranya sistem koperasi Indonesia melalui studi induktif logis maupun deduktif baik formal maupun tradisional kultural.
5). Diperlukan pengertian dan goodwill dari Pemerintah dan semua fihak untuk mengerti dan mendukung serta berpartisipasi aktif dalam usaha pengembangan konsep baru ekonomi Pancasila agar dapat segera mengatasi krisis multi demensional yang terjadi selama ini.
Disusun oleh:
Ferry Maihami
Fajar Rizky
Herman Fuady
Arie Septian

Review Jurnal

JUDUL : JURNAL  PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR  2 TAHUN I – 2006
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Selama Pembangunan Jangka Panjang ke 1 (PJP-1) Indonesia telah mencatatberbagai kemajuan ekonomi, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator antara lain : (a)pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5% mulai tahun 1970 samapi tahun 1997, (b) jumlah penduduk miskin secara relatif dan absolut berkurang, (c) penurunan riil pertumbuhan penduduk dari 2,4% hingga 1,9%, (d) perbaikan infrastruktur jalan, kesehatan dan telekomunikasi.  Kemajuan ekonomi di Indonesia sekarang dapat dikatakan telah mengalami perbaikan yang cukup berarti, namun demikian masih banyak menghadapi berbagai masalah yang harus diselesaikan dalam pembangunan tahap ke II abad ke 21, karena ternyata keberhasilan tersebut belum mampu mengangkat kehidupan ekonomi rakyat di pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian.



POLA RESTRUKTURISASI USAHA PERTANIAN
DAN USAHA KECIL PEDESAAN SERTA IMPLEMENTASINYA
TERHADAP REPOSISI KELEMBAGAAN KOPERASI

                Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan sektor pertanian adalah belum tersedianya konsep dan strategi pembangunan pertanian yang jelas, dikaitkan dengan peranan kelembagaan koperasi yang mampu mengangkat tingkat pendapatan koperasi dan masyarakat pedesaan. Guna memecahkan masalah diatas khususnya untuk mengatasi kemiskinan, penganguran, ketertinggalan, peningkatan produktivitas ekonomi pedesaan dalam waktu 26 tahun terakhir (1969-2003) pemerintah Indonesia melakukan berbagai kebijakan antara lain : (a) melipatgandakan produksi pangan terutama beras melalui introduksi teknologi baru (bibit unggul dan pupuk), (b) mendorong koperasi pedesaan untuk penyalur input dan pemasaran hasil pertanian, (c) program pembangunan desa miskin melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), (d) perkembangan perkebunan inti rakyat diberbagai komoditi pertanian dan (e) berbagai program lain yang penting perlu dicatat yaitu Green Revolution (instensifikasi tanaman padi).  Namun berbagai terobosan program baru tersebut belum dapat menyelesaikan permasalahan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara baik.

 Tujuan Penelitian
            Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengkaji pengaruh pola restrukturisasi usaha pertanian dan usaha kecil pertanian serta implementasi terhadap reposisi kelembagaan koperasi dengan melakukan kajian antara lain : (1) mengidentifikasi fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam mengantisipasi dinamika perubahan akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2) menganalisis partisipasi anggota koperasi dalam reposisi peran koperasi, (3) menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi dibidang pertanian.




 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
            Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian.  Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan.  Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional.  Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003).

                Reposisi adalah upaya merubah posisi KUD yang hampir stagnan menuju posisi baru yang lebih variabel serta sesuai dengan perkembangan masyarakat.  Perlunya reposisi pengembangan kelembagaan koperasi pedesaan disebabkan karena terjadinya perubahan pemerintahan dan kebijakan dibidang ekonomi yang mengakibatkan KUD yang dikenal sebagai instrumen pemerintah mengalami kesulitan dan kehilangan arah. Reposisi dimaksudkan agar KUD dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan.

                Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder dan data primer.  Data sekunder berupa data informasi dari kajian sebelumnya atau laporan dari departemen atau instansi yang terkait.  Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan pada saat melakukan survey ke koperasi yang menjadi sampel dalam studi ini.  Partisipasi anggota koperasi di bidang perencanaan meliputi : (a) kehadiran setiap anggota dalam rapat yang diselenggarakan koperasi, (b)  prakarsa mewujudkan koperasi yang memerlukan partisipasi anggota, (c) motivasi anggota mengikuti kegiatan koperasi, (d)  keterlibatan anggota dalam proses pengambilan keputusan.  Partisipasi anggota neliputi : (a)  penjualan hasil pertanian atau produk, (b) simpanan setiap anggota di koperasi, (c)  pembelian kebutuhan sarana produksi, (d) pinjaman kredit. Adapun untuk menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi dibidang pertanian berdasarkan hasil Focus group discussion (FGD) dengan instansi terkait, gerakan koperasi.

KOPERASI
                Pendekatan trend produktivitas dan dan pendekatan profil industri pengolahan berdasarkan ISIC (International Standard Industry),  ini dimulai dengan melihat karakteristik pertanian secara nasional yaitu pendekatan trend produktivitas pertanian tahun 1993 sampai 2002 terutama pertanian tanaman pangan dan pendekatan profi lindustri pengolahan yang berbasis pada sektor pertanian secara umum yang terdiri dari subsektor tanaman pengan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Disamping hal tersebut juga akan dilakukan kajian literatur mengenai restrukturisasi usaha pertanian yang relevan dan bisa memberikan gambaran pola restrukturisasi
pertanian yang diharapkan dalam kajian ini. Best practices  juga akan melengkapi kajian ini agar dapat dilihat praktek di lapangan beberapa koperasi yang telah berhasil melakukan reposisi kelembagaan.  Selanjutnya untuk menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi bidang pertanian dilaksanakan menggunakan  focus group discussion (FGD).

HASIL DAN PEMBAHASAN
                Pola pengembangan koperasi (KUD) pada masa lalu ditentukan oleh wilayah keanggotaannya yaitu beberapa desa dalam satu kecamatan, artinya boleh lebih dari satu desa tetapi tidak boleh lebih dari satu kecamatan.  Keterbatasan seperti itu sangat mengahalangi gerak dan kemajuan unit koperasi tersebut, oleh sebab itu pada masa yang akan datang hal-hal seperti itu perlu dihilangkan sehingga prinsip koperasi dimunculkan oleh kepentingan yang sama dari kelompok masyarakat tidak lagi bisa dibatasi oleh wilayah administrasi tapi lebih ditentukan oleh kepentingan dibentuknya koperasi tersebut.

                Peran koperasi di sektor off-farm (industri pengolahan) pada usaha pertanian masih tergolong sangat rendah bila dilihat dari status badan hukum sebagai industri pengolahan berbasis sektor pertanian.  Kurang dari 1% jumlah koperasi yang usahanya bergerak dalam industri pengolahan pertanian, kecuali di sub sektor peternakan lebih dari 3%.  Pada usaha pertanian di sektor hilir (off-farm), sebagian besar industri termasuk didalamnya usaha koperasi yang bergerak diindustri pengolahan mengalami persaingan pasar oligopoli yang sangat ketat, seperti pada industri penggilingan dan penyosohan beras dengan Rasio Konsentrasi sebanyak delapan perusahaan terbesar (CR 8) hanya sebesar 25,72% pada tahun 2002.  hal ini diperlukan kebijakan pemerintah
sehingga diharapkan koperasi bisa melakukan monopoli pada industri pengolahan seperti pada pembelian cengkeh di zaman orde baru.  Disamping itu  skala output koperasi sebagian besar hanya berada di bawah satu miliar sehingga suntikan modal bagi koperasi sangat diperlukan baik dari lembaga keuangan perbankan maupundari pemerintah.  Distribusi lokasi industri pengolahan diatas 80% jumlah industri masih terkonsentrasi di daerah Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Ini memberikan gambaran pembangunan industri pertanian antara lokasi industri dengan sumber bahan baku tidak satu tempat, sehingga akan memberikan biaya pengangkutan yang cukup besar.  Jumlah bahan baku yang dibutuhkan industri pengolahan sebagian masih diimpor.  Seperti pada industri pakan ternak dan industri penggilingan dan pembersihan padi-padian bahan bakunya diatas 40% masih diimpor.

KESIMPULAN 
                Pada usaha pertanian di sektor hilir (off-farm), sebagian besar industri termasuk di dalamnya usaha koperasi yang bergerak di industri pengolahan mengalami persaingan pasar oligopoli yang sangat ketat, seperti pada industri penggilingan dan penyosohan beras dengan rasio konsentrasi sebanyak delapan perusahan terbesar (CR 8) hanya sebesar 25,72% pada tahun 2002.  Hal ini memerlukan kebijakan pemerintah sehingga diharapkan koperasi dapat melakukan monopoli pada industri pengolahan seperti pada pembelian cengkeh di zaman orde baru.  Disamping itu skala output koperasi sebagian besar hanya berada di bawah Rp. 1 milyar, sehingga suntikan modal bagi koperasi sangat diperlukan baik dari lembaga keuangan perbankan maupun dari pemerintah.
Nama kelompok :
·         Arie Septian
·         Fajar Rizky
·         Ferry Maihami
·         Herman Fuady S

Review Jurnal

MEMBANGKITKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI: PERAN PERGURUAN TINGGI
I.              Pendahuluan
            Jika banyak orang berpendapat Ekonomi Kerakyatan merupakan konsep baru yang mulai populer bersama reformasi 1998-1999 sehingga masuk dalam “GBHN Reformasi”, hal itu bisa dimengerti karena memang kata ekonomi kerakyatan ini sangat jarang dijadikan wacana sebelumnya. Namun jika pendapat demikian diterima, bahwa ekonomi kerakyatan merupakan konsep baru yang “mereaksi” konsep ekonomi kapitalis liberal yang dijadikan pegangan era ekonomisme Orde Baru, yang kemudian terjadi adalah “reaksi kembali” khususnya dari pakar-pakar ekonomi arus utama yang menganggap “tak ada yang salah dengan sistem ekonomi Orde Baru”. Strategi dan kebijakan ekonomi Orde Baru mampu mengangkat perekonomian Indonesia dari peringkat negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah melalui pertuumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun) selama 3 dasawarsa. “Yang salah adalah praktek pelaksanaannya bukan teorinya”.
II . KOSUDGAMA Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan
            Koperasi Serba Usaha Dosen Gadjah Mada (Kosudgama) berdiri sebagai badan hukum tanggal 31 Maret 1982 dan berkantor di satu rumah dinas milik UGM di Bulaksumur A-14, yang sampai sekarang tetap menjadi kantor pusatnya, meskipun sudah berubah wajah menjadi pusat bisnis dengan toko swalayan, apotik, dan warung telepon untuk umum. Salah satu kemajuan Kosudgama yang patut disebut adalah bahwa keanggotaannya kini menarik orang-orang di luar UGM sendiri, yaitu pegawai UGM bukan dosen, dan dosen-dosen di luar UGM seperti UPN Veteran, UII, dan sebagainya.
                Faktor utama mengapa  anggota berduyun-duyun masuk adalah karena mereka dengan menjadi anggota merasa kepentingannya terlayani dengan baik, lebih baik dibanding koperasi atau organisasi ekonomi lain selain Kosudgama. Kosudgama adalah organisasi ekonomi yang tepat sekali menggambarkan organisasi kerjasama (gotongroyong) untuk mengangkat derajat dan martabat anggota, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya melalui kerjasama yang tidak mengejar laba seperti halnya Perseroan Terbatas.
                Pelajaran apa yang dapat ditarik dari pengalaman keberhasilan Kosudgama? Pertama, kesungguhan kerja pengurus dan staf serta kesetiaan mereka pada prinsip-prinsip berkoperasi, yaitu bekerjasama dengan ikhlas dan jujur demi kepentingan anggota. Prinsip kerja koperasi untuk melayani dan sekaligus memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota adalah penting sekali, dan keberhasilannya merupakan ukuran utama misi organisasi. Kedua, Kosudgama adalah koperasi perkumpulan orang, bukan organisasi yang dibentuk terutama untuk menghimpun modal.  Ketika Kosudgama berdiri tahun 1982 tujuan utama koperasi yang diperjuangkan pengurus adalah mengadakan rumah bagi dosen-dosen muda yang sangat membutuhkan, dan membeli buku-buku ajar (textbook) yang relatif mahal dari luar negeri. Jadi tidak seperti sebuah PT (Perseroan Terbatas) yang mengumpulkan modal saham dari anggota kemudian mencari usaha-usaha yang menguntungkan, koperasi mengenali kebutuhan urgen anggota yang kemudian dibantu untuk memenuhinya.
III . Koperasi Wadah Ekonomi Rakyat
            Ekonomi Rakyat dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu/diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat seperti inilah yang tidak dilihat oleh pakar-pakar ekonomi yang memperoleh pendidikan ekonomi melalui buku-buku teks dari Amerika dan yang tidak berusaha menerapkan ilmunya pada kondisi nyata di Indonesia. Teori-teori ekonomi mikro maupun makro dipelajari secara deduktif tanpa upaya  menggali data-data empirik untuk mencocokkannya. Karena contoh-contoh hampir semuanya berasal dari Amerika dengan ukuran-ukuran relatif besar, maka mereka dengan mudah menyatakan ekonomi rakyat tidak ada dan tidak ditemukan di buku-buku teks Amerika. Misalnya Menteri Pertanian yang memperoleh gelar Doktor Ekonomi Pertanian dari Amerika Serikat dengan yakin menyatakan bahwa “Farming is business”, meskipun tanpa disadari yang dimaksud adalah”Farming (in America) is business”, sedangkan di Indonesia harus dicatat tidak semuaya dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi “way of life”, kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan kegiatan bisnis yang mengejar untung.
                Ekonomi rakyat sebagai mata pencaharian sebagian besar rakyat (rakyat banyak) memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi pada tahun 20-an dan 30-an ketika perkebunan-perkebunan besar Belanda merugi karena anjlognya harga ekspor, justru perkebunan rakyat menikmatinya.

 

IV . Peranan Ilmu Ekonomi


            Di Indonesia, sampai dengan krismon tahun 1997, ilmu ekonomi yang dipahami seperti digambarkan di atas menduduki tempat terhormat di kalangan ilmu-ilmu sosial. Misalnya insinyur yang belajar dan mengambil derajat tambahan ilmu ekonomi, dan kemudian bergelar Dr. Ir, diakui memiliki kemampuan “luar biasa” atau keahlian ekstra karena disamping teknolog juga masuk “kelompok elit teknokrat ekonomi”.
                Pemikiran yang ingin kami kembangkan adalah bahwa krismon 1997 dan ketimpangan ekonomi dan sosial yang serius sejak pertengahan tahun delapan puluhan, terutama disebabkan oleh strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dan kurang memperhatikan asas pemerataan dan keadilan. Dan strategi yang “keliru” ini diterapkan karena ekonom (teknokrat ekonomi) memperoleh kepercayaan berlebihan dalam penyusunan strategi pembangunan. Terhadap kesimpulan terakhir para teknokrat banyak yang keberatan karena menurut mereka ajaran dan nasihat-nasihat yang mereka berikan tidak pernah salah. Yang salah adalah pelaksanannya, bukan teorinya, lebih-lebih jika diingat bahwa krismon terjadi setelah tim ekonomi pemerintah semakin dikuasai oleh non-ekonom, khususnya di BAPPENAS.

KESIMPULAN

            Bahwa pengajaran ilmu ekonomi di Fakultas-fakultas Ekonomi kita kurang tajam (vigorous), kurang relevan, atau keliru. Lebih merisaukan lagi jika kemudian timbul kesan bahwa ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana orang mencari uang, atau mengejar untung, dengan tidak mempertimbangkan akibat tindakan seseorang bagi orang lain. Ilmu ekonomi yang mengajarkan bahwa manusia adalah homo-economicus cenderung mengajarkan sikap egoisme, mementingkan diri sendiri, cuek dengan kepentingan orang lain, bahkan mengajarkan keserakahan. Karena ilmu ekonomi mengajarkan keserakahan maka tidak mengherankan bahwa dalam kaitan konflik kepentingan ekonomi antara perusahaan-perusahaan konglomerat dan ekonomi rakyat, para sarjana ekonomi cenderung atau terang-terangan memihak konglomerat. Dan lebih gawat lagi mereka yang memihak ekonomi rakyat atau melawan konglomerat, dianggap bukan ekonom. Misalnya dalam masalah kenaikan upah minimum propinsi (UMP) tidak diragukan bahwa jika tidak mau di sebut “bukan ekonom” anda harus berpihak pada majikan /pengusaha karena pemaksaan kenaikan UMP “pasti berakibat pada meluasnya penggangguran”.

Nama kelompok :
·         Arie Septian
·         Fajar Rizky
·         Ferry Maihami
·         Herman Fuady S